BAB II
URAIAN MATERI
A.
Pengertian Eklampsi

Eklampsi
dalam bahasa Yunani berarti “halilintar”, karena serangan kejang-kejang timbul
dengan tiba-tiba seperti petir.
Eklampsia adalah pre eklampsia yang mengalami komplikasi
kejang tonik klonik yang bersifat umum. Koma yang fatal tanpa
disertai kejang pada penderita pre eklampsia juga disebut eklampsia. Namun kita
harus membatasi definisi diagnosis tersebut pada wanita yang mengalami kejang
dan kematian pada kasus tanpa kejang yang berhubungan dengan pre eklampsia
berat.
Eklampsia merupakan kondisi lanjutan
dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala
preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami kejang
kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum,
saat atau setelah melahirkan.
B.
Etiologi Eklampsi
Menurut dr. Hariyasa, eklampsia adalah komplikasi
kehamilan. Tidak ada
kehamilan tanpa risiko. Pembagiannya, risiko rendah dan risiko tinggi.
Eklampsia merupakan komplikasi yang berat dan mengancam nyawa seseorang.
Tanda-tanda serangan eklampsia ada tapi perubahannya sangat cepat dan ditandai
dengan adanya kejang. “Sebelum kejang, ada tanda. Misalnya, ketegangan di
daerah otot muka. Tetapi, itu terjadi sekian detik sebelum kejang yang sifatnya
kaku dan lemas.
Sebagian
besar eklampsia adalah lanjutan perburukan, ada yang berat, ada juga yang ringan.
Eklampsia
merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah tinggi dan adanya protein
dalam urin. Pada eklampsia ringan,
tekanan darah 140/90 s.d. < 160/110 dan kadar protein semikuantitatif
positif 2; eklampsia berat, tekanan
darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif lebih dari positif 2.
“Lebih dari positif dua berarti kebocoran protein lebih banyak dan itu menunjukkan
tingkat kebocoran ginjal lebih parah dibandingkan eklampsia ringan,” ujar dr.
Hariyasa.
Dalam kondisi normal, tidak ada protein dalam urin.
Ginjal yang normal seperti penyaring dengan lubang berukuran kecil. “Yang
keluar dari ginjal ukurannya pun kecil-kecil. Nah, kalau protein, ukurannya
besar. Seperti kita menyaring saat memasak, yang tertinggal di penyaring adalah
bahan makanan yang berukuran besar, yang lewat berukuran lebih kecil daripada
jaring. Pada orang yang mengalami preeklampsia atau eklampsia, terjadi
kebocoran pada pembuluh darah ginjal. Ginjalnya berlubang, melebar karena
mengalami kerusakan,” papar dr. Hariyasa.
Eklampsia selalu terjadi pada ibu hamil. Kalau terjadi darah tinggi di luar
kehamilan, bukan disebut eklampsia tapi hipertensi atau penyakit lain seperti nefrotik
syndrom. “Karena, penyebab eklampsia adalah kehamilan itu sendiri,”
ungkapnya. Jika ibu hamil mengalami darah tinggi sebelum umur kehamilan 20
minggu disebut hipertensi dan kemungkinan ia menderita hipertensi sebelum
hamil. Tetapi, kalau mengalami darah tinggi pada usia kehamilan minimal 20
minggu atau lebih, kemungkinan eklampsia,” lanjutnya.
Kehamilan
itu mengandung protein suami dari sperma. Sperma membawa satu unit pesan
genetik, kromosom, yang menyatu dengan kromosom ibu. Janin yang dikandung
merupakan pertemuan protein ibu dan ayah. Protein ayah yang masuk lewat
spermatozoa merupakan benda asing sehingga pada kasus eklampsia, protein ayah
dianggap suatu benda asing yang harus dilawan. “Ini dasar teori tentang imun.
Tetapi, sampai hari ini, para ahli belum mampu menjawab, mengapa tidak semua
orang mengalami eklampsia? Malah disebutkan, kejadian preeklampsia kurang dari
1% ibu hamil. Di Indonesia, 4%,” kata dr. Hariyasa.
Ada teori yang mengatakan, eklampsia disebabkan karena
kekurangan nutrisi. Pada
kelompok ibu-ibu yang mengalami kekurangan nutrisi, kasus meningkat lebih
tinggi. Tetapi lagi-lagi, tidak semua ibu yang kekurangan nutrisi mengalami
eklampsia. Bahkan, ada juga ibu-ibu dengan asupan nutrisi memadai, namun
mengalami eklampsia.
Kasus
eklampsia juga banyak terjadi pada ibu-ibu dengan kehamilan pertama
dibandingkan ibu pada kehamilan kedua atau ketiga. Hal itu diduga karena
pengaruh sperma. “Masalahnya, sperma dianggap benda asing. Sistem imun ibu
bekerja untuk melawannya,” kata dr. Hariyasa. Karena itu, dianjurkan pada
pasangan yang baru menikah menunda kehamilan enam bulan atau satu tahun agar
tubuh ibu mengenal sperma ayah. “Selain itu kan ada manfaat lain, bisa saling
mengenal kepribadian, membangun kebersamaan, dan mempersiapkan finansial
keluarga yang baik lebih dulu,” ajaknya.
Selain
itu, banyak kasus preeklampsia terjadi pada wanita berusia muda dan hamil pada
usia terlalu tua. Misalnya, hamil di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.
Pada usai muda, sistem imun tubuh belum bagus, sedangkan pada usia terlalu tua,
penyakit mulai muncul seperti pembuluh darah mulai menyempit, kelainan
metabolik, diabetes, gangguan ginjal, hipertensi. “Ini menyebabkan risiko pada
ibu dan janin. Eklampsia sangat membahayakan,” katanya mengingatkan.
Teori lain
mengenai penyebab terjadinya eklampsia ini diawali kegagalan ari-ari. Proses
pertemuan ibu dan bayi di plasenta yang menempel di rahim ibu. Plasenta itu
memiliki akar-akar; ada yang baik dan busuk. Akar busuk akan mengeluarkan zat
seperti racun. Racun ini akan dicoba dihancurkan oleh sistem imun ibu yang
akhirnya menciptakan kerusakan pada dinding pembuluh darah.
“Teori paling populer, kekurangan oksigen di plasenta.
Sebagian akar-akar plasenta mati akibat kekurangan oksigen karena gagal
mencapai pembuluh darah yang ada di rahim ibu,” kata dr. Hariyasa menjelaskan.
“Kematian akar plasenta menciptakan racun. Jadi kayak perang dengan zat imun.
Pembuluh darah di seluruh tubuh bisa bocor dan bisa beredar sampai ke otak,”
katanya menjelaskan.
Pembuluh darah di otak berlubang sehingga keluar cairan
yang berada di sekitar jaringan sel otak dan membuat jaringan otak tertekan.
“Sel-sel otak terkena. Aliran darah terganggu, bengkak, terjadi eklampsia dan
kebutaan sesaat. Karena penyebab eklampsia adalah kehamilan itu sendiri,
melahirkan bayi jadi solusi untuk menghindari perburukan. “Kalau bayi belum cukup umur, jadi
masalah. Kami harus memilih ibu atau bayi. Kita tidak bisa memilih bayi kalau
ibu tak selamat. Tetapi kalau preeklampsia ringan, bisa dirawat agar tensi
tidak naik,” ujarnya.
Pada kasus eklampsia ringan, penderita diberi obat
antihipertensi. Tekanan darah diturunkan secara bertahap. Sirkulasi bayi juga
diperhatikan. Selain itu, juga diberi obat untuk mencegah kejang. Bayi yang
dilahirkan harus dengan kualitas sebaik mungkin, yaitu mencapai kehamilan
minimal 37 minggu. “Kalau melahirkan prematur, risiko kematian bayi makin
tinggi. Waktu melahirkan ditentukan kondisi ibu. Kalau tekanan darah membaik,
tanda klinis yang lain seperti potein berkurang, fungsi organ seperti hati,
ginjal, yang lain baik, tidak ada gangguan pernapasan, dan tingkat kesadaran
baik, bayi bisa dilahirkan. “Jika ada tanda-tanda perburukan, kami pasti
memilih mempertahankan ibu,” ucapnya.
Menurut dr. Hariyasa
eklampsia bisa
terjadi setelah bayi lahir. Penyebabnya sama. “Karena ada orang dengan tingkat
kerusakan muncul di awal atau belakangan, tergantung individunya. Seperti orang
kena virus demam berdarah, sama-sama diserang pada waktu yang sama, tapi muncul
sakitnya berbeda-beda.
Eklampsia bisa dicegah. Peluang terjadinya eklampsia
meningkat pada orang yang memunyai kelainan pembuluh darah menetap, punya
penyakit hipertensi kronis, penyakit diabetes, kelainan pada ginjal, penyakit
trombopili, atau pada kehamilan kembar dan kehamilan anggur. “Karena ari-ari
pada bayi kembar akan lebih besar daripada kehamilan tunggal. Makin besar
plasenta, makin besar peluang akar-akar plasenta rusak,” katanya.
Meski demikian, pasien yang tidak memunyai riwayat ini
juga bisa mengalami eklampsia. “Kita tak pernah tahu seseorang mengalami suatu
kelainan atau tidak jika mereka tidak pernah memeriksakan diri sebelumnya. Yang
penting, siapkan kondisi ibu baik fisik, mental, sosial dan ekonomi, edukasi
yang baik, pengetahuan yang cukup sehingga melalui kehamilan dengan baik,”
katanya menganjurkan. Jika mengalami eklampsia, segera ditangani dengan benar
agar dapat memberikan proses penyembuhan yang lebih baik.
C.
Klasifikasi dan Macam-macam Eklampsi
KlasifikasiMenurut saat terjadinya eklampsia
kita mengenal istilah:
1.
Eklampsia
ante partum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan (paling
sering)(setelah 20 minggu kehamilan)
- Eklampsia intrapartum ialah
eklampsia sewaktu persalinan.
- Eklampsia postpartum, eklampsia
setelah persalinan.
D. Tanda dan Gejala Eklampsi.

1.
Didahului
memburuknya pre eklampsia dan timbul gejala2 nyeri kepala frontal, nyeri
epigastrium, ggn penglihatan, mual, hiperrefleksia.
2.
jika
gejala ini tidak dikenali dan diatasi akan segera timbul kejangan, dgn 4 macam tingkat
:
a) Stadium invasi (awal atau aurora).
Mata
terpaku terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala
dipalingkan ke kanan dank e kiri. Stadium ini berlangsung selama kurang lebih
30 detik.
b) Stadium kejang tonik.
Seluruh
otot badan jadi kaku, wajah kaku,tangan menggenggam dan kaki membengkok ke
dalam, pernapasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat
tergigit. Stadium ini berlangsung selama kurang lebih 20-30 detik.
c) Stadium kejang klonik.
Semua
otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu cepat. Mulut terbuka dan menutup,
keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan
kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonok
berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti orang mendengkur.
d) Stadium koma.
Lamanya
ketidaksadaran (koma) ini berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam.
Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya ibu tetap
dalam keadaan koma.
3.
Selama
serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 400
C.
Gejala Klinis
1. Kehamilan > 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas.
2. Tanda-tanda pre-eklampsi (hipertensi, edema dan proteinuria).
3. Kejang-kejang dan/atau koma.
4. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.
1. Kehamilan > 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas.
2. Tanda-tanda pre-eklampsi (hipertensi, edema dan proteinuria).
3. Kejang-kejang dan/atau koma.
4. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.
E. Komplikasi.
Proteinuria hampir selalu
didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang–kadang sampai anuria dan
pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan
meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria
dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah
persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini
merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.
Edema pulmo dapat terjadi
setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke
dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu
dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat
hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.
Pada beberapa kasus
eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah
kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila
perdarahan otak tersebut tidak fatal
maka penderita dapat mengalami hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering
didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi kronis.
Pada kasus yang jarang perdarahan otak
dapat disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous malformation.
Pada kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan
kebutaan dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre
eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau
terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk
dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam
waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan
kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai
akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat
pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial.
Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan
psikosis, penderita berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung
beberapa hari sampai sampai 2 minggu namun prognosis penderita untuk kembali
normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat
– obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap
terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.
Pada
Ibu:
1.
CVA ( Cerebro Vascular Accident )
2.
Edema paru
3.
Gagal ginjal
4. Gagal hepar
5.
Gangguan fungsi
adrenal
6.
DIC ( Dissemined
Intrevasculer Coagulopaathy )
7.
Payah jantung.
8. Lidah tergigit (kejang)
9. Merangsang persalinan
10. Gangguan pernafasan
Pada
Anak :
1.
Prematuritas
2.
Gawat janin
3.
IUGR
(Intra.Uterine Growth Retardation)
4. Kematianjanin dalam rahim.
F. Faktor
predisposisi
Primigravida, kehamilan
ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola hidatidosa, hidrops
fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih
sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.
G.
Organ-organ
yang mengalami perubahan akibat eklampsi.
1.
Otak
Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini
terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat
menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut
dapat terjadi perdarahan.
2.
Plasenta
dan rahim.
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
oksigen terjadi gawat janin. Pada penyakit eklampsi sering terjadi peningkatan
tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsangan, sehingga terjadi paertus
prematurus.
3.
Ginjal.
Filtrasi glomelurus berkurang oleh karena aliran ke
ginjal menurun. Hal ini menyebabakan filtrasi natrium melalui glomelurus
menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtasi glomerulus
dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaaan lanjut dapat terjadi
oliguria dan anuria.
4.
Paru-paru
Kematian ibu dalam masalah eklampsi lebih sering
disebabkan oleh edema paru yang meninbulkan drkompensasi kordis. Bisa pula
karena terjadinya aspirasi pnemonia, atau abses paru.
edema paru :
·
(Kardio
genik) Hipertensi > peningkatan afterload > payah jantung ventrikel kiri >
darah kembali ke pulmo > hipertensi pulmo > edema paru.
·
(Nonkardiogenik)
sel endotel pembuluh darah kapiler rusak > pengeluaran trobomboksan >
hipertensi > permebialaitas kapiler paru turun > edema.
5.
Mata
Dapt dijumpai adanya edema retina dan spasem
pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya
eklampsi atau preeklampsi berat. Pada eklampsi ablasio retina yang disebabkan
edema intra-olu;er dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan. Gejala lain yang menandakan adanya eklampsi adalah ditemukanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini desebabkan oleh adanya perubahan
pembulah darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
6.
Keseimbangan
air dan elektrolit.
Pada preeklampsii berat dan eklampsi , kadar
gula darah naik sementara, asam laktat dan asam organic lainya naik, sehingga
cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang.
Setelah konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium
yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan
demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa penulis atau ahli kadar asam urat
dalam darah dipakai untuk menentukan arah preeklamsi menjadi baik atau tidak
selesai setelah diberikan penanganan.
H. Tingkatan Terjadinya Eklampsi
1.
Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan adalah
hal yang sering ditemukan dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah
perdarahan dan infeksi.
a. Hipertensi esensial
Hipertensi esensial adalah kondisi
permanen
meningkatnya tekanan darah dimana biasanya tidak ada penyebab yang nyata.
Kadanng-kadang keadaan ini dihubungkan dengan penyakit ginjal,
phaeochromocytoma atau penyempitan aorta, dan keadaan ini lebih sering muncul
pada saat kehamilan.
Wanita hamil dikatakan mempunyai atau menderita hipertensi
esensial jika tekanan darah pada awal
kehamilannya mencapai 140/90 mmHg. Yang membedakannya dengan
preeklamsia yaitu factor-faktor hipertensi esensial muncul pada awal kehamilan,
jauh sebelum terjadi preeklamsia, serta tidak terdapat edema atau proteinuria.
Selama trimester ke II kehamilan tekanan darah turun di bawah batas normal,
selanjutnya meningkat lagi sampai ke nilai awal atau kadang-kadang lebih
tinggi. Setelah usia kehamilan 18 minggu lebih sulit hipertensi esensial
dari preeklamsia.
b. Hipertensi
Karena Kehamilan.
Hipertensi yang ditimbulkan atau diperberat oleh kehamilan
lebih mungkin terjadi pada wanita yang :
·
Terpapar
vili korialis untuk pertamakalinya
·
Terpapar
vili korialis yang terdapat jumlah yang banyak seperti pada kehamilan kembar
atau mola hidatidosa
·
Mempunyai
riwayat penyakit vaskuler
·
Mempunyai
kecenderungan genetic untuk menderita hipertensi dalam kehamilan.
Resiko hipertensi karena kehamilan dipertinggi pada keadaan
di mana pembentuka antibody penghambat terhadap tempat-tempat yang bersifat antigen
pada plasenta terganggu.
2.
Preeklampsi.
Pre-Eklamsi Adalah Penyakit dengan
tanda-tanda Hipertensi, Oedema, dan Proteinuria yang timbul karena kehamila.
Penyakit ini biasanya timbul pada Triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul
sebelumnya, misalnya pada Mola Hidatosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu
daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa Pre-Eklamsi kenaikan tekanan Sistolik harus 30 mmHg atau lebih.
Kenaikan tekanan Diagnostik lebih dapat dipercaya apabila tekanan Diastolik meningkat
15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Pemeriksaan tekanan darah
dilakukan minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari
pada tanda lain. Kenaikan sistolik harus 30 mm Hg atau lebih diatas tekanan
yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Edema ialah Penimbunan cairan secara
umum dan berlebih dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari
kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka.
Oedema Pretribal yang ringan sering terjadi pada kehamilan biasa, sehingga tidak berarti untuk penentuan Diagnosis
Pre-Eklamsi. Kenaikan BB ½ kg setiap minggu masih normal tetapi
kalau kenaikan BB I kg atau lebih setiap minggu beberapa kali, hal ini perlu
menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi
0,3 g/lt dalam urin 24 jam atau pada pemeriksaan menunjukan 1 atau 2+ atau 1
gr/lt yang dikeluarkan dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria timbul lebih
lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap
yang cukup serius.
Tanda-tanda
Pre-Eklamsi biasanya timbul dalam urutan pertambahan berat badan yang
berlebihan, di ikuti oedema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada
Pre-Eklamsi ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif, pada Pre-Eklamsi
ditemukan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diploma, penglihatan kabur,
nyeri di daerah epigastrum, mual dan muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering di
temukan pada Pre-Eklamsi yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa Eklamsi
akan timbul.
3.
Eklampsi
Eklampsi merupakan serangan konvulsi
yang biasa terjadi pada kehamilan, tetapi tidak selalu komplikasi dari pre
eklampsi.
Konvulsi dapat terjadi sebelum,
selama, dan sesudah persalinan. Jika ANC dan Inc mempunyai standar yang tinggi,
konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini terjadi lebih dari 48-72
jam setelahnya. Monitor tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus
dilakukan dan dilanjutkan selama periode postpartum.
Dalam eklampsi berat terdapat
hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme kuat dan oedem. Hipoksia
serebral menunjukkan kenaikan dysrhytmia serebral dan ini mungkin terjadi
karena konvulsi. Beberapa pasien ada yang mempunyai dasar dysrhytmia
serebral dan oleh karena itu konvulsi terjadi
mengikuti bentuk yang lebih kuat dari pre eklampsi.
Gejala dan
tanda Pada umumnya kejang didahului oleh
makin memburuknya pre-eklamsi dengan gejala-gejala nyeri kepala di daerah
frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium, dan hiperefleksia.
I. Gambaran Klinik Eklampsi.
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia
digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung
saat kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah
persalinan. Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya
dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat
kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase
ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan
terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada
kelopak mata, otot – otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami
kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini
kadang – kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita
terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat
tergigit oleh karena kejang otot – otot rahang. Fase ini dapat berlangsung
sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah
dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak.
Setelah kejang diafragma
menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama beberapa detik penderita
sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian penderita bernafas
panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal. Apabila tidak
ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang – kejang
berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang
berkelanjutan yang disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti
penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma setelah kejang
eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya
segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus – kasus yang
berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian
tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi
hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernafasan
biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai 50 kali/menit.
Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung
derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam
tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka
penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.
J.
Diagnosis
diferensial.
Secara umum seorang wanita
hamil aterm yang mengalami kejang selalu didiagnosis sebagai eklampsia. Hal ini
karena diagnosis diferensial keadaan ini seperti, epilepsy (
anamnesa epilepsi + ), ensefalitis dan meningitis (
pungsi lumbal ), Tetanus ( kejang
tonik/kaku kuduk ), Febrile convulsion” ( panas + ) dan tumor
otak serta pecahnya aneurisma otak memberikan gambaran serupa dengan eklampsia.
Prinsip : setiap wanita hamil yang mengalami kejang harus didiagnosis sebagai
eklampsia sampai terbukti bukan.
Eklampsia
dipandang sebagai bentuk ensefalopati hipertensi dalam konteks
peristiwa-peristiwa patologis yang menyebabkan preeklampsia. Diperkirakan bahwa
resistensi pembuluh darah otak berkurang, menyebabkan peningkatan aliran darah
ke otak. Selain fungsi abnormal dari endothelium, ini menyebabkan edema
serebral. Biasanya kejang eklampsia tidak akan menyebabkan kerusakan otak
abadi, namun, perdarahan intrakranial bisa terjadi.
K. Prognosis
1.
Prosnosis eklampsi ialah morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi tinggi.
a) Kematian
maternal
Di Negara-negara maju kematian maternal lebih
rendah, yaitu sekitar 3-15%. Di Negara-negara berkembang angka ini lebih tinggi
yaitu sekitar 9,8-25,5% (Hardjito dan Martohoesodo, 1997). Kematian maternal
biasanya disebabkan oleh: perdarahan otak (25%), kegagalan jantung-paru (50%),
kegagalan ginjal (10%), infeksi(5%),kegagalan hepar (5%), dan lain-lain (5%).
b) Kematian
perinatal (bayi)
Kematian perinatal di Negara maju
lebih rendah dibandingkan dengan Negara-negara berkembang. Di Negara berkembang
dilapporkan berkisar antara 42,2%-50%. Sebab kematian bayi terutama adalah
hipoksia intrauterine dan prematuritas.
2.
Kriteria Eden
Adalah
criteria untuk menentukan prognosis eklampsi, yang terdiridari :
a) Koma
yang lama (prolonged coma).
b) Frekuensi
nasi diatas 120 kali per menit.
c) Suhu
39,40C atau lebih.
d) Tekanan
darah lebih dari 200 mmHg.
e) Konvulsi
lebih dari 10 kali.
f) Protein
uria 10 gr atau lebih.
g) Tidak
ada edema, edema menghilang.
Bila tidak ada atau hanya satu criteria di atas,
maka eklampsi tergolong ringan, bila dijumpai 2 atau lebih tergolonng berat dan
prognosis akan lebih jelak. Tingginya kematian ibu dan bayi di Negara-negara
berkembang disebabkan oleh karena kurang sempurnaya pengawasan antenatal dan
natal, penderita eklampsi sering datang terlambar,sehingga terlambat memperoleh
pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsi dan eklampasi murni,
tidak menyebabkanhipertensi menahun.
L. Pencegahan
Mencegah
timbulnya eklampsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekai ibu
mendapat serangan, maka prognosis akan jauh lebih buruk. Pada umumnya eklampsi
dapat dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Upaya-upaya untuk
menurunkannya adalah dengan ;
1.
Memberikan informasi dan edukasi kepada
masyarakat, bahwa eklampsi bukanlah suatu penyakit kemasukan (magis), seperti
banyak disangka oleh masyarakat awam.
2.
Meningkatkan jumlah poliklinik (balai)
pemeriksaan ibu hamil serta mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan
kehamilannya sejak hamil muda.
3.
Pelayanan kebidanan bermutu, yaitu pada
tiap-tiap pemeriksaan kehamilan diamati tanda-tansa preeklampsi dan
mengobatinya sedini mungkin.
4.
Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya
pada kehamilan 37 minggu ke atas, apabila setelah dirawat inap tanda-tanda
tidak menghilang.
M. Penatalaksaan
Pinatalaksanaan
eklampsi sama dengan penatalaksanaan preeklampsi berat. Dengan tujuan utama
menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya
digunakan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Jika pre eklampsi diketahui lebih awal dan ditangani lebih
cepat, eklampsi akan lebih sulit terjadi. Sangat jarang dimulai dan proses
cepat terjadi eklampsi diantara pemeriksaan antenatal yang biasa dan sering.
Jika wanita berada di luar rumah sakit saat terjadi konvulsi, paramedis harus
segera dipanggil untuk memberikan pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah
sakit.
Prinsip penatalaksanaan :
1.
Penderita eklampsi harus dirawat inap di
rumah sakit.
2.
Pengangkutan ke rumah sakit.
Sebelum
dikirim, berikan obat penenang untuk mencegah serangan kejang-kejang selama
dalam perjalanan, yaitu pethidin 100
mg atau luminal 200 mg atau morfin 10 mg.
3.
Tujuan perawatan di rumah sakit ialah
menghentikan konvulsi, mengurangi vasospasme, meningkatkan dieresis, mencegah
infeksi, memberikan pengobatan yang cepat dan tepat, serta melakukan terminasi
kehamilan setelah 4 jam serangan kejang yang terakhir, dengan tidak
memperhitungkan tuanya kehamilan.
4.
Sesampainya di rumah sakit, pertolongan
pertama adalah :
a) Membersihkan
dan melapangkan jalan pernapasan.
b) Menghindarkan
lidah tergigit dengan mennberikan tough spatel.
c) Pemberian
oksigen
d) Pemasangan
infuse dektrosa atauglukosa 10%,20%,40%.
e) Menjaga
agar jangan sampai terjadi trauma, serta dipasang kateter tetap(dauer
catheter).
5.
Observasi penderita
Observasi
penderita dilakukan di dalam kamar isolasi yang tenag, dengan lampu redup(tidak
terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan . kemudian dibuat catatan setiap
30 menit berisi tensi, nadi, respirasi, suhu badan. Reflex, dan dieresis. Bila
memungkinkan dilakukan funduskopi sekalli sehari. Juga dicatat tingkat
kesadaran danjumlah kejang yang terjadi. Pemberiaan cairan disesuaikan dengan
jumlah dieresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam. Kadar protein urin
diperiksa dalam 24 jam kuantatif.
6.
Regim-regim pengobatan :
a) Regim
sufas magnesikus.
Injeksi MgSO4 20% dengan
dosis 4 gr intravena perlahan-lahan selama 5-10 menit, kemudian disusul dengan
suntikan i.m diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan
sampai 24 jamsetelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada
kontraindikasi(perhatikan nafas, reflex,dan diuresis). Juga harus tersedia
kalsium glukonas sebagai antidotum.
Kegunaan MgSO4 adalah
untuk mengurangi kepekaan syaraf pust agar dapat mencegah konvulsi, menambah
dieresis, kecuali bila ada anuria, dan untuk menurunkan pernafasan yang cepat.
b) Regim
sodium pentotal.
Dosis inisial suntikan intravena
perlahan-lahansodium pentotal 2,5% adalah sebanyak 0,2-0,3 gr. Dengan infus
secara tetes (drips) tiap 6 jam berikan:
·
1 gr sodium pentotal dalam 500 cc
dekstrosa 10%.
·
½ gr dalam 500 cc 10%
·
½ gr dalam 500 cc 5%
·
½ gr dalam 500 cc 5%
Selama
24 jam
Kerja
pentotal sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya
diberikan di rumah sakit, karena cukup berbahaya, dapat menghentikan nafas
(apnea).
c) Regim
valium (diazepam).
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc
glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes per menit. Seterusnya diberikan setiap 2
jam 10 mg dalam infuse atau suntikan i.m, sampai tidak ada kejang. Obat ini
cukup aman.
d) Regim
litik koktil (lytic cocktail)
Ada 2 macam kombinasi obat yaitu :
·
Largactil (100 mg) + phenergan (50 mg) +
pethidin (100 mg),
·
Pethidin (100 mg) + chlorpromazine(50
mg) + promezathin (50 mg),
Masing-masing
dilarutkan dalam 500 cc glukosa 5%dan diberikan secara infuse tetes i.v, jumlah
tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tekanan darah penderita.
e) Regim
stroganoff
·
Pertama kali morfin 20 mg subkutan.
·
½ jam setelah langkah 1 MgSO4 15% 40 cc subcutan.
·
2 jam setelah langkah 1 morfin 20 mg subcutan.
·
5 ½ jam setelah langkah 1 MgSO4 15% 20-40cc
subcutan.
·
11 ½ jam setelah langkah 1 MgSO4 15% 10
cc subcutan.
·
19 jam setelah langkah 1 MgSO4 15% 10 cc subcutan.
Lama
pengobatan ini adalah 19 jam, cara ini sekarang sudah jarang dipakai.
7.
Pemberian antibiotika
Untuk
mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin
prokain 1.2-2,4 juta satuan.
8.
Penanganan obtetrik
Setelah
pengobatan terdahulu, dilakukan penilaian tentang status obstetrikuspenderita :
keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya. Setelah kejang dapat diatasi,
keadaan umum penderita diperbaiki, kemudian direncanakan untuk mengakhiri
kehamilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara yang aman.
Langkah-langkah yang dapat diambil adalah :
a)
Apabila
pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi
maka dilakukan persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.
b)
Apabila
penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan amniotomi
selanjutnya diikuti sesuai dengan kurva dari Friedman, bila ada kemacetan
dilakukan seksio sesar.
c)
Kala
II harus dipersingkat dengan ekstrasi vacuum atau forceps. Bila janin mati
dilakukan embriotomi.
d)
Bila
serviks masih tertutup dan lancip (pada primi),serta kepala janin masih tinggi
atau ada kesan terdapat disproporsi sefalovelvik, atau ada indikasi obstetric
lainnya, sebaiknya dilakukan seksio sesarea(bila janin hidup). Anastesi yang
dipakai local atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
e) Selain itu tindakan seksio sesar dikerjakan pada
keadaan-keadaan:
o Penderita belum inpartu
o Fase laten
o
Gawat janin
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eklampsia
adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan keadaan kejang
tonik-klonik (grand mal ) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan
akibat kelainan neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan
setelah kehamilan. Namun kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum,
terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum. Sedangkan
yang dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuridan
edema (penimbunan cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada
tungkaidan kaki) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan.Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi
penyakit trofoblastik (kelainan plasenta).Fatal coma tanpa kejang juga bisa
diartikan sebagai eclampsia. Tetapi perlu ada batasan untuk mendiagnosis wanita
dengan kejang dan memperhatikan kematian tanpa kejang yang disebabkanoleh
preeklampsia berat (PEB).
Eklampsia merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan
darah tinggi dan adanya protein dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah 140/90 s.d. <160/110 dan kadar
protein semikuantitatif positif 2; eklampsia
berat, tekanan darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif lebih
dari positif 2. “Lebih dari positif dua berarti kebocoran protein lebih banyak
dan itu menunjukkan tingkat kebocoran ginjal lebih parah dibandingkan eklampsia
ringan.
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia
digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung
saat kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah
persalinan. Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya
dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah.
Tanda dan
gejala eklampsi didahului dengan memburuknya pre eklampsia dan timbul gejala2
nyeri kepala frontal, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, mual,
hiperrefleksia. Gejala klinisnya yaitu hipertensi, edema dan
proteinuria, kejang-kejang dan/atau koma, kadang-kadang
disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.
Komplikasi-komplikasi
yang terjadi pada ibu dan bayi dari eklampsi yaitu : Solusio plasenta, Hipofibrinogen,
Hemolisis, Perdarahan otak, Kelainan mata, Edema paru-paru, Nekrosis hati, Kelainan
ginjal, Prematuritas, Komplikasi lain (lidah tergigit, trauma, dan fraktur
karena jatuh dan DIC).
Akibat
eklampsi ada tejadi gangguan-gangguan pada organ tubuh seorang ibu hamil, yaitu
gangguan pada otak, plasenta dan rahim,
ginjal, paru-paru, mata dan
keseimbangan air dan elektrolit.
Terjadinya
eklampsi tidak begitu saja menyerang ibu hamil. Tetapi ada beberapa tingkatan
hal yang di lalui oleh ibu hamil sampai akhirnya ia menderita eklampsi.
Tingkatan itu dimulai dari hipertensi, preeklampsi dan akhirnya apabila
preeklampsi tersebut meningkat lagi akan terjadi eklampsi yang ditandai dengan
kejang-kejang dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan pada
organ tubuh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Mencegah timbulnya
eklampsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekai ibu mendapat
serangan, maka prognosis akan jauh lebih buruk. Pada umumnya eklampsi dapat
dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Cara pengobatan dan
pencegahannyapun harus mengikuti prosedur yang telah di tettapkan di rumah
sakit. Penanganan eklampsi tidak boleh sembarangan, karena akan berakibat
sangat fatal baik pada ibu atau janin bila penanganannya tidak di lakukan oleh
tenaga medis yang benar-benar professional.
B. Saran
Penulis sangat menyadari kekurangan makalah ini,
sehingga jika pembaca menemukan kekurangan atau kekeliruan, dengan hati terbuka
penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan
agar pembaca bisa mengenali apa itu eklapmsi dan menbedakannya denga
preeklampsi serta bisa mengenali tanda-tanda dari eklampsi tersebut. Dan
sebagai tenaga medis terutama bidan, harus mengetahui dan mampu menangani
penyakit eklampsi tersebut, karena eklampsi adalah penyakit yang penanganannya
harus segera ditindaklanjuti segera untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
NB
:
salah
satu tanda-tanda bahaya kehamilan adalah nyeri hebat bagian epigastrium
dan nyeri abdomen yang mungkin
menunjukan masalah yang mengancam kesehatan jiwa dengan cirri-ciri nyeri hebat,
menetap, dan tidak hilang setelah istirahat, dapat mengindikasikan terjadinya
apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in Pregnancy. In :
William Obstetrics. 22th ed. Conecticut : Appleton and Lange, 2007
2. Angsar
MD dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di Indonesia. Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI
5. Dr. Iwan
Prasetiyo Sp OG.SMF Obstetri &
Ginekologi RSUD. RAA Soewondo Pat.EKLAMPSI. www.eklampsia.co.id
7. Prof. Dr. Mochtar Rustam. 1998. Synopsis obtetri. Jakarta. EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar