Jumat, 02 Maret 2012

eklampsi dalam kehamilan


BAB II
URAIAN MATERI
A.    Pengertian Eklampsi
mum061
Eklampsi dalam bahasa Yunani berarti “halilintar”, karena serangan kejang-kejang timbul dengan tiba-tiba seperti petir.
Eklampsia adalah pre eklampsia yang mengalami komplikasi kejang tonik klonik yang bersifat umum. Koma yang fatal tanpa disertai kejang pada penderita pre eklampsia juga disebut eklampsia. Namun kita harus membatasi definisi diagnosis tersebut pada wanita yang mengalami kejang dan kematian pada kasus tanpa kejang yang berhubungan dengan pre eklampsia berat.
Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.

B.     Etiologi Eklampsi
Menurut dr. Hariyasa, eklampsia adalah komplikasi kehamilan. Tidak ada kehamilan tanpa risiko. Pembagiannya, risiko rendah dan risiko tinggi. Eklampsia merupakan komplikasi yang berat dan mengancam nyawa seseorang. Tanda-tanda serangan eklampsia ada tapi perubahannya sangat cepat dan ditandai dengan adanya kejang. “Sebelum kejang, ada tanda. Misalnya, ketegangan di daerah otot muka. Tetapi, itu terjadi sekian detik sebelum kejang yang sifatnya kaku dan lemas.
Sebagian besar eklampsia adalah lanjutan perburukan, ada yang berat, ada juga yang ringan. Eklampsia merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah 140/90 s.d. < 160/110 dan kadar protein semikuantitatif positif 2; eklampsia berat, tekanan darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif lebih dari positif 2. “Lebih dari positif dua berarti kebocoran protein lebih banyak dan itu menunjukkan tingkat kebocoran ginjal lebih parah dibandingkan eklampsia ringan,” ujar dr. Hariyasa.
Dalam kondisi normal, tidak ada protein dalam urin. Ginjal yang normal seperti penyaring dengan lubang berukuran kecil. “Yang keluar dari ginjal ukurannya pun kecil-kecil. Nah, kalau protein, ukurannya besar. Seperti kita menyaring saat memasak, yang tertinggal di penyaring adalah bahan makanan yang berukuran besar, yang lewat berukuran lebih kecil daripada jaring. Pada orang yang mengalami preeklampsia atau eklampsia, terjadi kebocoran pada pembuluh darah ginjal. Ginjalnya berlubang, melebar karena mengalami kerusakan,” papar dr. Hariyasa.
Eklampsia selalu terjadi pada ibu hamil. Kalau terjadi darah tinggi di luar kehamilan, bukan disebut eklampsia tapi hipertensi atau penyakit lain seperti nefrotik syndrom. “Karena, penyebab eklampsia adalah kehamilan itu sendiri,” ungkapnya. Jika ibu hamil mengalami darah tinggi sebelum umur kehamilan 20 minggu disebut hipertensi dan kemungkinan ia menderita hipertensi sebelum hamil. Tetapi, kalau mengalami darah tinggi pada usia kehamilan minimal 20 minggu atau lebih, kemungkinan eklampsia,” lanjutnya.
Kehamilan itu mengandung protein suami dari sperma. Sperma membawa satu unit pesan genetik, kromosom, yang menyatu dengan kromosom ibu. Janin yang dikandung merupakan pertemuan protein ibu dan ayah. Protein ayah yang masuk lewat spermatozoa merupakan benda asing sehingga pada kasus eklampsia, protein ayah dianggap suatu benda asing yang harus dilawan. “Ini dasar teori tentang imun. Tetapi, sampai hari ini, para ahli belum mampu menjawab, mengapa tidak semua orang mengalami eklampsia? Malah disebutkan, kejadian preeklampsia kurang dari 1% ibu hamil. Di Indonesia, 4%,” kata dr. Hariyasa.
Ada teori yang mengatakan, eklampsia disebabkan karena kekurangan nutrisi. Pada kelompok ibu-ibu yang mengalami kekurangan nutrisi, kasus meningkat lebih tinggi. Tetapi lagi-lagi, tidak semua ibu yang kekurangan nutrisi mengalami eklampsia. Bahkan, ada juga ibu-ibu dengan asupan nutrisi memadai, namun mengalami eklampsia.
Kasus eklampsia juga banyak terjadi pada ibu-ibu dengan kehamilan pertama dibandingkan ibu pada kehamilan kedua atau ketiga. Hal itu diduga karena pengaruh sperma. “Masalahnya, sperma dianggap benda asing. Sistem imun ibu bekerja untuk melawannya,” kata dr. Hariyasa. Karena itu, dianjurkan pada pasangan yang baru menikah menunda kehamilan enam bulan atau satu tahun agar tubuh ibu mengenal sperma ayah. “Selain itu kan ada manfaat lain, bisa saling mengenal kepribadian, membangun kebersamaan, dan mempersiapkan finansial keluarga yang baik lebih dulu,” ajaknya.
Selain itu, banyak kasus preeklampsia terjadi pada wanita berusia muda dan hamil pada usia terlalu tua. Misalnya, hamil di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun. Pada usai muda, sistem imun tubuh belum bagus, sedangkan pada usia terlalu tua, penyakit mulai muncul seperti pembuluh darah mulai menyempit, kelainan metabolik, diabetes, gangguan ginjal, hipertensi. “Ini menyebabkan risiko pada ibu dan janin. Eklampsia sangat membahayakan,” katanya mengingatkan.
Teori lain mengenai penyebab terjadinya eklampsia ini diawali kegagalan ari-ari. Proses pertemuan ibu dan bayi di plasenta yang menempel di rahim ibu. Plasenta itu memiliki akar-akar; ada yang baik dan busuk. Akar busuk akan mengeluarkan zat seperti racun. Racun ini akan dicoba dihancurkan oleh sistem imun ibu yang akhirnya menciptakan kerusakan pada dinding pembuluh darah.
“Teori paling populer, kekurangan oksigen di plasenta. Sebagian akar-akar plasenta mati akibat kekurangan oksigen karena gagal mencapai pembuluh darah yang ada di rahim ibu,” kata dr. Hariyasa menjelaskan. “Kematian akar plasenta menciptakan racun. Jadi kayak perang dengan zat imun. Pembuluh darah di seluruh tubuh bisa bocor dan bisa beredar sampai ke otak,” katanya menjelaskan.
Pembuluh darah di otak berlubang sehingga keluar cairan yang berada di sekitar jaringan sel otak dan membuat jaringan otak tertekan. “Sel-sel otak terkena. Aliran darah terganggu, bengkak, terjadi eklampsia dan kebutaan sesaat. Karena penyebab eklampsia adalah kehamilan itu sendiri, melahirkan bayi jadi solusi untuk menghindari perburukan. “Kalau bayi belum cukup umur, jadi masalah. Kami harus memilih ibu atau bayi. Kita tidak bisa memilih bayi kalau ibu tak selamat. Tetapi kalau preeklampsia ringan, bisa dirawat agar tensi tidak naik,” ujarnya.
Pada kasus eklampsia ringan, penderita diberi obat antihipertensi. Tekanan darah diturunkan secara bertahap. Sirkulasi bayi juga diperhatikan. Selain itu, juga diberi obat untuk mencegah kejang. Bayi yang dilahirkan harus dengan kualitas sebaik mungkin, yaitu mencapai kehamilan minimal 37 minggu. “Kalau melahirkan prematur, risiko kematian bayi makin tinggi. Waktu melahirkan ditentukan kondisi ibu. Kalau tekanan darah membaik, tanda klinis yang lain seperti potein berkurang, fungsi organ seperti hati, ginjal, yang lain baik, tidak ada gangguan pernapasan, dan tingkat kesadaran baik, bayi bisa dilahirkan. “Jika ada tanda-tanda perburukan, kami pasti memilih mempertahankan ibu,” ucapnya.
Menurut dr. Hariyasa eklampsia bisa terjadi setelah bayi lahir. Penyebabnya sama. “Karena ada orang dengan tingkat kerusakan muncul di awal atau belakangan, tergantung individunya. Seperti orang kena virus demam berdarah, sama-sama diserang pada waktu yang sama, tapi muncul sakitnya berbeda-beda.
Eklampsia bisa dicegah. Peluang terjadinya eklampsia meningkat pada orang yang memunyai kelainan pembuluh darah menetap, punya penyakit hipertensi kronis, penyakit diabetes, kelainan pada ginjal, penyakit trombopili, atau pada kehamilan kembar dan kehamilan anggur. “Karena ari-ari pada bayi kembar akan lebih besar daripada kehamilan tunggal. Makin besar plasenta, makin besar peluang akar-akar plasenta rusak,” katanya.
Meski demikian, pasien yang tidak memunyai riwayat ini juga bisa mengalami eklampsia. “Kita tak pernah tahu seseorang mengalami suatu kelainan atau tidak jika mereka tidak pernah memeriksakan diri sebelumnya. Yang penting, siapkan kondisi ibu baik fisik, mental, sosial dan ekonomi, edukasi yang baik, pengetahuan yang cukup sehingga melalui kehamilan dengan baik,” katanya menganjurkan. Jika mengalami eklampsia, segera ditangani dengan benar agar dapat memberikan proses penyembuhan yang lebih baik.

C.     Klasifikasi dan Macam-macam Eklampsi
KlasifikasiMenurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah:
1.       Eklampsia ante partum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan (paling sering)(setelah 20 minggu kehamilan)
  1. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan.
  2. Eklampsia postpartum, eklampsia setelah persalinan.

D.    Tanda dan Gejala Eklampsi.

preeclampsia-pih 
1.      Didahului memburuknya pre eklampsia dan timbul gejala2 nyeri kepala frontal, nyeri epigastrium, ggn penglihatan, mual, hiperrefleksia.

2.      jika gejala ini tidak dikenali dan diatasi akan segera timbul kejangan, dgn 4 macam tingkat :

a)      Stadium invasi (awal atau aurora).
Mata terpaku terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan dank e kiri. Stadium ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik.
b)      Stadium kejang tonik.
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku,tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernapasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung selama kurang lebih 20-30 detik.
c)      Stadium kejang klonik.
Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonok berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti orang mendengkur.
d)     Stadium koma.
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma.
3.      Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 400 C.
Gejala Klinis
1. Kehamilan > 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas.
2. Tanda-tanda pre-eklampsi (hipertensi, edema dan proteinuria).
3. Kejang-kejang dan/atau koma.
4. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.

E.     Komplikasi.
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang–kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.    
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia    aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.
Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal  maka penderita dapat mengalami hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi kronis. Pada  kasus yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous malformation.
Pada kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial.
Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.
Pada  Ibu:
1.       CVA ( Cerebro Vascular Accident )
2.      Edema paru
3.      Gagal ginjal
4.      Gagal hepar
5.      Gangguan fungsi adrenal
6.      DIC ( Dissemined Intrevasculer Coagulopaathy )
7.      Payah jantung.
8.      Lidah tergigit (kejang)
9.      Merangsang persalinan
10.  Gangguan pernafasan
Pada Anak :
1.      Prematuritas
2.      Gawat janin
3.      IUGR (Intra.Uterine Growth Retardation)
4.      Kematianjanin dalam rahim.

F.      Faktor predisposisi
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.

G.    Organ-organ yang mengalami perubahan akibat eklampsi.
1.      Otak
Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2.      Plasenta dan rahim.
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada penyakit eklampsi sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsangan, sehingga terjadi paertus prematurus.
3.      Ginjal.
Filtrasi glomelurus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabakan filtrasi natrium melalui glomelurus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4.      Paru-paru
Kematian ibu dalam masalah eklampsi lebih sering disebabkan oleh edema paru yang meninbulkan drkompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pnemonia, atau abses paru.
edema paru :
·         (Kardio genik) Hipertensi > peningkatan afterload > payah jantung ventrikel kiri > darah kembali ke pulmo > hipertensi pulmo > edema paru.
·         (Nonkardiogenik) sel endotel pembuluh darah kapiler rusak > pengeluaran trobomboksan > hipertensi > permebialaitas kapiler paru turun > edema.
5.      Mata
Dapt dijumpai adanya edema retina dan spasem pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya eklampsi atau preeklampsi berat. Pada eklampsi ablasio retina yang disebabkan edema intra-olu;er dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menandakan adanya eklampsi adalah ditemukanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini desebabkan oleh adanya perubahan pembulah darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
6.      Keseimbangan air dan elektrolit.
Pada preeklampsii berat dan eklampsi , kadar gula darah naik sementara, asam laktat dan asam organic lainya naik, sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa penulis atau ahli kadar asam urat dalam darah dipakai untuk menentukan arah preeklamsi menjadi baik atau tidak selesai setelah diberikan penanganan.

H.    Tingkatan Terjadinya Eklampsi
1.      Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan adalah hal yang sering ditemukan dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah perdarahan dan infeksi.
a.       Hipertensi esensial
Hipertensi esensial adalah kondisi permanen meningkatnya tekanan darah dimana biasanya tidak ada penyebab yang nyata. Kadanng-kadang keadaan ini dihubungkan dengan penyakit ginjal, phaeochromocytoma atau penyempitan aorta, dan keadaan ini lebih sering muncul pada saat kehamilan.
Wanita hamil dikatakan mempunyai atau menderita hipertensi esensial jika tekanan darah pada awal kehamilannya mencapai  140/90 mmHg. Yang membedakannya dengan preeklamsia yaitu factor-faktor hipertensi esensial muncul pada awal kehamilan, jauh sebelum terjadi preeklamsia, serta tidak terdapat edema atau proteinuria. Selama trimester ke II kehamilan tekanan darah turun di bawah batas normal, selanjutnya meningkat lagi sampai ke nilai awal atau kadang-kadang lebih tinggi.  Setelah usia kehamilan 18 minggu lebih sulit hipertensi esensial dari preeklamsia.
b.      Hipertensi Karena Kehamilan.
Hipertensi yang ditimbulkan atau diperberat oleh kehamilan lebih mungkin terjadi pada wanita yang :
·         Terpapar vili korialis untuk pertamakalinya
·         Terpapar vili korialis yang terdapat jumlah yang banyak seperti pada kehamilan kembar atau mola hidatidosa
·         Mempunyai riwayat penyakit vaskuler
·         Mempunyai kecenderungan genetic untuk menderita hipertensi dalam kehamilan.
Resiko hipertensi karena kehamilan dipertinggi pada keadaan di mana pembentuka antibody penghambat terhadap tempat-tempat yang bersifat antigen pada plasenta terganggu.
2.      Preeklampsi.
Pre-Eklamsi Adalah Penyakit dengan tanda-tanda Hipertensi, Oedema, dan Proteinuria yang timbul karena kehamila. Penyakit ini biasanya timbul pada Triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada Mola Hidatosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa Pre-Eklamsi kenaikan tekanan Sistolik harus 30 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan Diagnostik lebih dapat dipercaya apabila tekanan Diastolik meningkat 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda lain. Kenaikan sistolik harus 30 mm Hg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Edema ialah Penimbunan cairan secara umum dan berlebih dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan  kaki, jari tangan, dan muka. Oedema Pretribal yang ringan sering terjadi pada kehamilan biasa, sehingga tidak berarti untuk penentuan Diagnosis Pre-Eklamsi.  Kenaikan BB ½ kg setiap minggu masih normal tetapi kalau kenaikan BB I kg atau lebih setiap minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/lt dalam urin 24 jam atau pada pemeriksaan menunjukan 1 atau 2+ atau 1 gr/lt yang dikeluarkan dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap yang cukup serius.
Tanda-tanda Pre-Eklamsi biasanya timbul dalam urutan pertambahan berat badan yang berlebihan, di ikuti oedema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Pre-Eklamsi ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif, pada Pre-Eklamsi ditemukan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diploma, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum, mual dan muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering di temukan pada Pre-Eklamsi yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa Eklamsi akan timbul.
3.      Eklampsi
Eklampsi merupakan serangan konvulsi yang biasa terjadi pada kehamilan, tetapi tidak selalu komplikasi dari pre eklampsi.
Konvulsi dapat terjadi sebelum, selama, dan sesudah persalinan. Jika ANC dan Inc mempunyai standar yang tinggi, konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini terjadi lebih dari 48-72 jam setelahnya. Monitor tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus dilakukan dan dilanjutkan selama periode postpartum.
Dalam eklampsi berat terdapat hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme kuat dan oedem.  Hipoksia serebral menunjukkan kenaikan dysrhytmia serebral dan ini mungkin terjadi karena konvulsi.  Beberapa pasien ada yang mempunyai dasar dysrhytmia serebral dan oleh  karena itu konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih kuat dari pre eklampsi.
Gejala dan tanda Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklamsi dengan gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium, dan hiperefleksia.

I.       Gambaran Klinik Eklampsi.
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot – otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang – kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot – otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak.
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama beberapa detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian penderita bernafas panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang – kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus – kasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.

J.       Diagnosis diferensial.
Secara umum seorang wanita hamil aterm yang mengalami kejang selalu didiagnosis sebagai eklampsia. Hal ini karena diagnosis diferensial keadaan ini seperti, epilepsy ( anamnesa epilepsi + ), ensefalitis dan meningitis ( pungsi lumbal ), Tetanus ( kejang tonik/kaku kuduk ), Febrile convulsion” ( panas + ) dan tumor otak serta pecahnya aneurisma otak memberikan gambaran serupa dengan eklampsia. Prinsip : setiap wanita hamil yang mengalami kejang harus didiagnosis sebagai eklampsia sampai terbukti bukan.
Eklampsia dipandang sebagai bentuk ensefalopati hipertensi dalam konteks peristiwa-peristiwa patologis yang menyebabkan preeklampsia. Diperkirakan bahwa resistensi pembuluh darah otak berkurang, menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Selain fungsi abnormal dari endothelium, ini menyebabkan edema serebral. Biasanya kejang eklampsia tidak akan menyebabkan kerusakan otak abadi, namun, perdarahan intrakranial bisa terjadi.

K.    Prognosis
1.      Prosnosis eklampsi ialah morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi tinggi.
a)      Kematian maternal
Di Negara-negara maju kematian maternal lebih rendah, yaitu sekitar 3-15%. Di Negara-negara berkembang angka ini lebih tinggi yaitu sekitar 9,8-25,5% (Hardjito dan Martohoesodo, 1997). Kematian maternal biasanya disebabkan oleh: perdarahan otak (25%), kegagalan jantung-paru (50%), kegagalan ginjal (10%), infeksi(5%),kegagalan hepar (5%), dan lain-lain (5%).
b)      Kematian perinatal (bayi)
Kematian perinatal di Negara maju lebih rendah dibandingkan dengan Negara-negara berkembang. Di Negara berkembang dilapporkan berkisar antara 42,2%-50%. Sebab kematian bayi terutama adalah hipoksia intrauterine dan prematuritas.
2.      Kriteria Eden
Adalah criteria untuk menentukan prognosis eklampsi, yang terdiridari :
a)      Koma yang lama (prolonged coma).
b)      Frekuensi nasi diatas 120 kali per menit.
c)      Suhu 39,40C atau lebih.
d)     Tekanan darah lebih dari 200 mmHg.
e)      Konvulsi lebih dari 10 kali.
f)       Protein uria 10 gr atau lebih.
g)      Tidak ada edema, edema menghilang.
Bila tidak ada atau hanya satu criteria di atas, maka eklampsi tergolong ringan, bila dijumpai 2 atau lebih tergolonng berat dan prognosis akan lebih jelak. Tingginya kematian ibu dan bayi di Negara-negara berkembang disebabkan oleh karena kurang sempurnaya pengawasan antenatal dan natal, penderita eklampsi sering datang terlambar,sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsi dan eklampasi murni, tidak menyebabkanhipertensi menahun.

L.     Pencegahan
Mencegah timbulnya eklampsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekai ibu mendapat serangan, maka prognosis akan jauh lebih buruk. Pada umumnya eklampsi dapat dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Upaya-upaya untuk menurunkannya adalah dengan ;
1.      Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsi bukanlah suatu penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka oleh masyarakat awam.
2.      Meningkatkan jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda.
3.      Pelayanan kebidanan bermutu, yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan diamati tanda-tansa preeklampsi dan mengobatinya sedini mungkin.
4.      Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas, apabila setelah dirawat inap tanda-tanda tidak menghilang.

M.   Penatalaksaan
Pinatalaksanaan eklampsi sama dengan penatalaksanaan preeklampsi berat. Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya digunakan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Jika pre eklampsi diketahui lebih awal dan ditangani lebih cepat, eklampsi akan lebih sulit terjadi. Sangat jarang dimulai dan proses cepat terjadi eklampsi diantara pemeriksaan antenatal yang biasa dan sering. Jika wanita berada di luar rumah sakit saat terjadi konvulsi, paramedis harus segera dipanggil untuk memberikan pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit.
Prinsip penatalaksanaan :
1.      Penderita eklampsi harus dirawat inap di rumah sakit.
2.      Pengangkutan ke rumah sakit.
Sebelum dikirim, berikan obat penenang untuk mencegah serangan kejang-kejang selama dalam perjalanan, yaitu pethidin 100 mg atau luminal 200 mg atau morfin 10 mg.
3.      Tujuan perawatan di rumah sakit ialah menghentikan konvulsi, mengurangi vasospasme, meningkatkan dieresis, mencegah infeksi, memberikan pengobatan yang cepat dan tepat, serta melakukan terminasi kehamilan setelah 4 jam serangan kejang yang terakhir, dengan tidak memperhitungkan tuanya kehamilan.
4.      Sesampainya di rumah sakit, pertolongan pertama adalah :
a)      Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan.
b)      Menghindarkan lidah tergigit dengan mennberikan tough spatel.
c)      Pemberian oksigen
d)     Pemasangan infuse dektrosa atauglukosa 10%,20%,40%.
e)      Menjaga agar jangan sampai terjadi trauma, serta dipasang kateter tetap(dauer catheter).
5.      Observasi penderita
Observasi penderita dilakukan di dalam kamar isolasi yang tenag, dengan lampu redup(tidak terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan . kemudian dibuat catatan setiap 30 menit berisi tensi, nadi, respirasi, suhu badan. Reflex, dan dieresis. Bila memungkinkan dilakukan funduskopi sekalli sehari. Juga dicatat tingkat kesadaran danjumlah kejang yang terjadi. Pemberiaan cairan disesuaikan dengan jumlah dieresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam. Kadar protein urin diperiksa dalam 24 jam kuantatif.
6.      Regim-regim pengobatan :
a)      Regim sufas magnesikus.
Injeksi MgSO4 20% dengan dosis 4 gr intravena perlahan-lahan selama 5-10 menit, kemudian disusul dengan suntikan i.m diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24 jamsetelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada kontraindikasi(perhatikan nafas, reflex,dan diuresis). Juga harus tersedia kalsium glukonas sebagai antidotum.
Kegunaan MgSO4 adalah untuk mengurangi kepekaan syaraf pust agar dapat mencegah konvulsi, menambah dieresis, kecuali bila ada anuria, dan untuk menurunkan pernafasan yang cepat.


b)      Regim sodium pentotal.
Dosis inisial suntikan intravena perlahan-lahansodium pentotal 2,5% adalah sebanyak 0,2-0,3 gr. Dengan infus secara tetes (drips) tiap 6 jam berikan:
·         1 gr sodium pentotal dalam 500 cc dekstrosa 10%.
·         ½ gr                           dalam 500 cc                 10%
·         ½ gr                           dalam 500 cc                 5%
·         ½ gr                           dalam 500 cc                 5%
Selama 24 jam
Kerja pentotal sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit, karena cukup berbahaya, dapat menghentikan nafas (apnea).
c)      Regim valium (diazepam).
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes per menit. Seterusnya diberikan setiap 2 jam 10 mg dalam infuse atau suntikan i.m, sampai tidak ada kejang. Obat ini cukup aman.
d)     Regim litik koktil (lytic cocktail)
Ada 2 macam kombinasi obat yaitu :
·         Largactil (100 mg) + phenergan (50 mg) + pethidin (100 mg),
·         Pethidin (100 mg) + chlorpromazine(50 mg) + promezathin (50 mg),
Masing-masing dilarutkan dalam 500 cc glukosa 5%dan diberikan secara infuse tetes i.v, jumlah tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tekanan darah penderita.
e)      Regim stroganoff
·         Pertama kali                            morfin 20 mg              subkutan.
·         ½ jam setelah langkah 1          MgSO4 15%                40 cc subcutan.
·         2 jam setelah langkah 1           morfin 20                    mg subcutan.
·         5 ½ jam setelah langkah 1       MgSO4 15%                     20-40cc subcutan.
·         11 ½ jam setelah langkah 1     MgSO4 15%                     10 cc subcutan.
·         19 jam setelah langkah 1         MgSO4 15%                      10 cc subcutan.
Lama pengobatan ini adalah 19 jam, cara ini sekarang sudah jarang dipakai.
7.      Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin prokain 1.2-2,4 juta satuan.
8.      Penanganan obtetrik
Setelah pengobatan terdahulu, dilakukan penilaian tentang status obstetrikuspenderita : keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya. Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, kemudian direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara yang aman. Langkah-langkah yang dapat diambil adalah :
a)      Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi maka dilakukan persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.
b)      Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan amniotomi selanjutnya diikuti sesuai dengan kurva dari Friedman, bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar.
c)      Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vacuum atau forceps. Bila janin mati dilakukan embriotomi.
d)     Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi),serta kepala janin masih tinggi atau ada kesan terdapat disproporsi sefalovelvik, atau ada indikasi obstetric lainnya, sebaiknya dilakukan seksio sesarea(bila janin hidup). Anastesi yang dipakai local atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
e)      Selain itu tindakan seksio sesar dikerjakan pada keadaan-keadaan:
o   Penderita belum inpartu
o   Fase laten
o   Gawat janin
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan keadaan kejang tonik-klonik (grand mal ) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Namun kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum. Sedangkan yang dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuridan edema (penimbunan cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkaidan kaki) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan plasenta).Fatal coma tanpa kejang juga bisa diartikan sebagai eclampsia. Tetapi perlu ada batasan untuk mendiagnosis wanita dengan kejang dan memperhatikan kematian tanpa kejang yang disebabkanoleh preeklampsia berat (PEB).
Eklampsia merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah 140/90 s.d. <160/110 dan kadar protein semikuantitatif positif 2; eklampsia berat, tekanan darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif lebih dari positif 2. “Lebih dari positif dua berarti kebocoran protein lebih banyak dan itu menunjukkan tingkat kebocoran ginjal lebih parah dibandingkan eklampsia ringan.
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah.
Tanda dan gejala eklampsi didahului dengan memburuknya pre eklampsia dan timbul gejala2 nyeri kepala frontal, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, mual, hiperrefleksia. Gejala klinisnya yaitu hipertensi, edema dan proteinuria, kejang-kejang dan/atau koma, kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi dari eklampsi yaitu : Solusio plasenta, Hipofibrinogen, Hemolisis, Perdarahan otak, Kelainan mata, Edema paru-paru, Nekrosis hati, Kelainan ginjal, Prematuritas, Komplikasi lain (lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC).
Akibat eklampsi ada tejadi gangguan-gangguan pada organ tubuh seorang ibu hamil, yaitu gangguan pada otak, plasenta dan rahim, ginjal, paru-paru, mata dan keseimbangan air dan elektrolit.
Terjadinya eklampsi tidak begitu saja menyerang ibu hamil. Tetapi ada beberapa tingkatan hal yang di lalui oleh ibu hamil sampai akhirnya ia menderita eklampsi. Tingkatan itu dimulai dari hipertensi, preeklampsi dan akhirnya apabila preeklampsi tersebut meningkat lagi akan terjadi eklampsi yang ditandai dengan kejang-kejang dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan pada organ tubuh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
 Mencegah timbulnya eklampsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekai ibu mendapat serangan, maka prognosis akan jauh lebih buruk. Pada umumnya eklampsi dapat dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Cara pengobatan dan pencegahannyapun harus mengikuti prosedur yang telah di tettapkan di rumah sakit. Penanganan eklampsi tidak boleh sembarangan, karena akan berakibat sangat fatal baik pada ibu atau janin bila penanganannya tidak di lakukan oleh tenaga medis yang benar-benar professional.

B.     Saran
Penulis sangat menyadari kekurangan makalah ini, sehingga jika pembaca menemukan kekurangan atau kekeliruan, dengan hati terbuka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan agar pembaca bisa mengenali apa itu eklapmsi dan menbedakannya denga preeklampsi serta bisa mengenali tanda-tanda dari eklampsi tersebut. Dan sebagai tenaga medis terutama bidan, harus mengetahui dan mampu menangani penyakit eklampsi tersebut, karena eklampsi adalah penyakit yang penanganannya harus segera ditindaklanjuti segera untuk menyelamatkan ibu dan bayi.


NB :
salah satu tanda-tanda bahaya kehamilan adalah nyeri hebat bagian epigastrium dan  nyeri abdomen yang mungkin menunjukan masalah yang mengancam kesehatan jiwa dengan cirri-ciri nyeri hebat, menetap, dan tidak hilang setelah istirahat, dapat mengindikasikan terjadinya apendisitis.



















DAFTAR PUSTAKA

1.      Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in Pregnancy. In : William Obstetrics. 22th ed. Conecticut : Appleton and Lange, 2007
2.      Angsar MD dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di Indonesia. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI
4.      Wibowo Noroyono. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: www.geocities.com.
5.      Dr. Iwan Prasetiyo  Sp OG.SMF Obstetri & Ginekologi RSUD. RAA Soewondo Pat.EKLAMPSI. www.eklampsia.co.id
7.      Prof. Dr. Mochtar Rustam. 1998. Synopsis obtetri. Jakarta. EGC.
8.      www.eklampsia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar